Senin, 18 November 2013

KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN



I. PENDAHULUAN
           
Kebijakan moneter sebagai salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro pada dasarnya merupakan kebijakan pengendalian jumlah uang beredar agar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam suatu sistem perekonomian. Melalui pengendalian jumlah uang beredar tersebut diharapkan dapat dicapai suatu tingkat pertumbuhan ekonomi tanpa menyebabkan terjadinya inflasi akibat bertambahnya jumlah uang yang beredar yang mendorong permintaan barang-barang atau disebut demand pull inflation.
            Sasaran kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh otoritas moneter di Indonesia pada prinsipnya adalah pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga dan tingkat bunga, dan keseimbangan neraca pembayaran serta untuk mencapai pemenuhan kesempatan kerja. Perencanaan moneter tersebut dibuat Bank Indonesia dalam bentuk program moneter yang pada dasarnya merupakan perencanaan jumlah uang yang akan beredar pada periode tertentu atas dasar asumsi-asumsi tertentu. Program moneter tersebut memberikan kerangka dasar mengenai rencana yang perlu dicapai oleh Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas pengendalian moneternya. Selanjutnya berdasarkan program moneter tersebut dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap perkembangan besar-besaran moneter yang dijadikan target. Bank Indonesia secara rutin mengeluarkan Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia baik secara mingguan maupun bulanan disamping Laporan Tahunan Bank Indonesia. Laporan statistik tersebut memberikan informasi mengenai posisi antara lain sebagai berikut:
A.    Neraca otoritas moneter
B.     Jumlah uang beredar
C.     Neraca gabungan perbankan
D.    Posisi likuidasi perbankan
E.     Kegiatan mobilisasi dana masyarakat
F.     Posisi kredit perbankan
G.    Suku bunga
H.    Pasar uang dan modal
I.     Keuangan pemerintah
J.    Neraca pembayaran
K.     Produk domestik bruto
L.     Jumlah penanaman modal dalam dan luar negeri
M.   Indeks harga
N.    Indikator ekonomi dan moneter internasional
Selanjutnya dari kegiatan pemantauan dapat diketahui apaka  target besar-besaran moneter tersebut dapat dicapai, kurang dari yang ditargetkan atau bahkan telah melampaui.


II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER
            Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrument sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

B. TUJUAN KEBIJAKAN MONETER
            Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.3 Tahun 2004 Pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Trgeting Famework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan.
            Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melaluipenetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetaptkan oleh pemerintah.

C. KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN
Perkembangan moneter dan perbankan di Indonesia sejak orde baru pada dasarnya dapat digolongkan dalam 3 periode, yaitu:
1. Periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi.
        Kebijakan moneter dan perbankan pada periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi di awal orde baru pada dasarnya untuk mengatasi kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan saat itu. meskipun tidak ada angka inflasi yang pasti dan disepakati namun berbagai pengamat memperkirakan tingkat inflasi berkisar 650% pertahun, suatu angka yang fantastis dibandingkan dengan kondisi perekonomian negara-negara tetangga saat itu. Untuk menghambat laju inflasi tersebut pemerintah mengupayakan pengendalian tingkat inflasi kebatas yang lebih aman, meningkatkan ekspor, dan mencukupkan sandang bagi masyarakat. Dalam rangka mengendalikan inflasi diambil dua kebijakan pokok. Pertama mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang. Kedua, menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat dan kualitatif. Pada periode ini pula pemerintah, sebagai bagian dari penataan kembali ekonomi, dilakukan pula penataan sistem perbankan dengan mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.

2. Periode saat ekonomi ditunjang sektor minyak.
            Kebijakan pemerintah dalam upaya mobilisasi dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan disertai dengan penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang berbunga rendah memperbesar kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Penyediaan KLBI dalam jumlah besar akibat besarnya penerimaan negara dari hasil ekspor minyak pada pertengahan dekade 1970-an yang dikenal dengan istilah “boom minyak”, mendorong tingginya kembali tingkat inflasi. Kebijakan moneter yang ditempuh pada periode boom minyak ini antara lain:
A.    Menetapkan pagu kredit (credit ceiling) dan aktiva lainnya.
B.     Menaikkan bunga kredit.
C.     Menaikkan bunga deposito.
D.    Menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib.

3. Periode deregulasi perbankan.
            Memasuki dekade 1980-an ekonomi Indonesia mengalami resesi sebagai da,pak dari resesi dunia. Produk domestik bruto turun drastis menjadi hanya 2,2% dibandingkan rata-rata 7,7% pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan pernah mencapai 9,9% pada tahun 1980. Sementara itu, neraca pembayaran terus meburuk dan bahkan terjadi defisit sebesar USD 1,930 juta pada tahun 1982. Untuk mengatasi kondisi ekonomi yang semakin memburuk tersebut, pemerintah melakukan perubahan kebijakan di bidang ekonomi termasuk moneter dan perbankan. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah pada saat itu antara lain:
A.    Penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada bulan Maret 1983 dari Rp 700 menjadi Rp 970.
B.     Penjadwalan ulang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah besar.
C.     Melakukan deregulasi sektor moneter dan perbankan dengan berbagai jenis paket kebijakan.

D. JENIS-JEINS KEBIJAKAN MONETER
Pengaturan jumlah uang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy)
            Adalah suatu kebijakan dalam rangka mmenambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
            Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan ketat (tight money policy).

E. INSTRUMENT KEBIJAKAN MONETER
            Sebelum terjadinya krisis ekonomi yang diawali dari krisis rupiah yang terjadi pada pertengahan 1997 kemudian diikuti dengan krisis moneter dan segera menjadi krisis ekonomi sejak akhir 1997, perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir apabila diamati terlihat semakin meningkatnya kepercayaan terhadap kestabilan ekonomi makro. Indikasi tersebut dapat tercermin dari semakin terintegrasinya perekonomian Indonesia dengan perekonomian dunia yang dibarengi dengan semakin meningkatnya aliran masuk modal asing.
            Kegiatan ekonomi Indonesia dalam tahun 1996 juga masih cukup kuat. Masih kuatnya kegiatan ekonomi domestik ini juga akan mendorong tetap tingginya permintaan masyarakat terhadap likuiditas. Keadaan ini apabila tidak dikendalikan secara hati-hati akan menghasilkan pertumbuhan besar-besaran moneter yang tetap tinggi yang apabila dibiarkan akan menyebabkan tekanan-tekanan pada harga dan neraca pembayaran.
            Dalam kondisi ekonomi yang semakin kompleks pengendalian moneter tidak cukup dilakukan hanya dengan satu atau dua instrumen saja. Berbagai instrumen kebijakan moneter yang digunakan Bank Indonesia untuk mempengaruhi besar-besaran moneter antara lain sebagai berikut:

1. Operasi pasar terbuka.
Ini dilakukan melalui penjualan dan pembelian surat berharga SBI dan SBPU. Untuk lebih mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrumen sehingga saat ini dikenal SBI repo dan SBPU repo.

2. Fasilitas diskonto.
Fasilitas diskonto ini disediakan bagi bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari, khususnya bank yang menghadapi maturity mismatch antara penanam dan pendananya. Fasilitas diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjaminan surat berharga. Surat berharga yang dewasa ini dapat dipergunakan adalah SBI dan atau SBPU yang diendos oleh bank lain.

3. Ratio Cadangan Wajib.
Ratio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan menaikkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah, untuk menambah jumlah uang beredar. Pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib, untuk menurunkan jumlah uang beredar pemerintah menaikkan rasio.

4. Persuasi moral.
Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meminta atau mengimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi kredit yang realitas. Kebijakan persuasi moral atau moral suasion ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.

F. KONSEP UANG BEREDAR DAN PENGENDALIANNYA
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu uang beredar dalam arti sempit atau disebut juga narrow money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri atas uang kartal yang beredar di masyarakat (tidak termasuk uang kartal yang ada di bank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasi money).
Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian instrumen kebijakan moneter antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian ketentuan likuiditas wajib minimum (reserve requirement), fasilitas diskonto. Di negara-negara industri, pengendalian uang beredar dilakukan dengan menggunakan besaran moneter seperti jumlah uang beredar atau tingkat bunga jangka panjang sebagai target antara (intermediate target).
Permasalahan yang krusial atas penggunaan strategi pengendalian moneter antara lain adalah memilih besaran moneter yang ada, target antara mana yang bisa digunakan dalam pengendalian moneter dimasa yang akan datang dalam situasi yang penuh ketidak pastian. Agregat atau besaran-besaran moneter yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk dipilih sebagai target antara dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu:
A.    Jumlah uang beredar, kredit perbankan, uang primer (likuiditas wajib perbankan dan digolongkan sebagai M0), deposito atau disebut monetary target, dsb
B.     Penghasilan yang diperoleh dari agregat moneter seperti tingkat uang pinjaman bank atau surat berharga pemerintah.
Sementara itu, di Indonesia sejak digunakannya target antara dalam pengendalian moneter maka variabel agregat moneter yang digunakan adalah jumlah uang beredar meliputi uang primer (M0), M1 dan M2. Alasan kenapa jumlah uang beredar lebih disukai dari suku bunga jangka panjang sebagai target atara didasarkan pada alasan historis.

G. KEBIJAKAN PENGENDALIAN UANG BEREDAR
Strategi pengendalian moneter sebelum dan setelah era deregulasi (1983) pada prinsipnya tidak bberbeda dengan cara pengendalian sebelum deregulasi dalam arti bahwa kebijakan pengendalian moneter didasarkan pada penggunaan target moneter sebagai target antara. Namun diantara kedua cara pengendalian tersebut terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya meliputi antara lain:
1. Target moneter.
Dalam kurun waktu sebelum deregulasi 1983, target utama yang digunakan adalah broad money yaitu jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Sementara setelah deregulasi, target antara yang digunakan tidak hanya M2 tapi juga narrow money yaitu uang beredar dalam arti sempit (M1).
2. Target operasional.
yaitu suatu besaran yang memiliki hubungan dengan target antara. Sebelum deregulasi target operasional yang digunakan adalah aktiva domestik netto perbankan atau sering juga disebut total kredit perbankan. Sementara setelah deregulasi target operasional yang digunakan adalah agregat cadangan atau tingkat bunga jangka pendek.
3. Pencapaian target operasional.
Sebelum deregulasi pengendalian moneter dilakukan secara langsung di mana target operasional ditentukan secara administratif. Instrumen kebijakan moneter yang digunakan meliputi pagu atau ceiling kredit, pagu tingkat buga, alokasi kredit terutama pada sektor-sektor yang berprioritas tinggi.

H. PENGATURAN BANK DENGAN PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDENT BANKING)
Struktur pasar keuangan (financial markets) yang sehat ditunjang oleh pelaku pasar yang sehat pula akan membantu berbagai langkah stabilitas ekonomi mencapai sasarannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelaku pasar keuangan yang mampu menangkap sinyal-sinyak indikatif yang diisyaratkan otoritas perusahaan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia harus terus berupaya meningkatkan profesionalisme pelaku dalam sektor perbankan agar dapat menciptakan bankir yang tangguh dan profesional. Melihat jumlah kantor bank yang semakin bertambah, Bank Indonesia jelas memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan. Untuk itu Bank Indonesia mengembangkan pola pembinaan dan pengawasan yang mengarah pada industri perbankan yang mampu mengatur sendiri dalam menerapkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian.

I. PENILAIAN AKTIVA PRODUKTIF
Aktiva produktif atau earning assets perbankan yang dilakukan penilaian adalah mengenai kualitasnya yang meliputi penanaman dana, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing, dalam bentuk kredit dan surat berharga. Dalam rangka melakukan monitoring terhadap kinerja kegiatan bank terutama disisi aktivanya, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 menetapkan suatu ketentuan yang berkaitan dengan penilaian terhadap penanaman dana bank dalam bentuk aktiva produktif.

J.LIKUIDASI BANK
Likuidasi adalah tindakan pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pembubaran badan hukum bank. Likuidasi bank dilakukan dengan cara pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dan hasil pencairan dan atau penagihan tersebut.
Ketentuan likuidasi bank diatur dalam Pasal 37 UU No. 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan bahwa dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, dan atau membahayakan sistem perbankan, Bank Indonesia dapat melakukan beberapa tindakan yang dipandang perlu.
Suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila berdasarkan penilaian Bank Indonesia, kondisi usaha bank semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Sedangkan bank yang diperkirakan membahayakan sistem perbankan adalah apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha bank tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.

K. KEBIJAKAN PEMULIHAN PERBANKAN
Dengan terus menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan kian meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan disamping bertambahnya jumlah non performing assets terutama portofolio kredit bank (non performing loan), semakin memperburuk kondisi perbankan. Jumlah bank yang mengalami kesulitan semakin bertambah yang berakhir dengan pengambilalihan atau bank take over (BTO), pembekuan kegiatan operasional (BBO) atau bank beku kegiatan usaha (BBKU).
Menyadari bahwa krisis yang terjadi telah semakin memburuk, pemerintah mempercepat dan memperluas cakupan program stabilisasi reformasi ekonomi dengan melakukan penandatanganan memorandum kesepakatan (letter of intent) dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998. Khusus untuk moneter, pemerintah mengarahkan kebijakan pada upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perbankan.

L. PROGRAM PENJAMINAN TERHADAP KEWAJIBAN PERBANKAN
Dalam ragka usaha pemulihan kepercayaan para deposan dan kreditur baik dalam negeri maupun luar negeri terhadap sistem perbankan Indonesia dan dalam rangka membangun kembali sistem perbankan yang sehat sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pemerintah menetapkan untuk melaksanakan program yang komprehensif pemulihan sistem perbankan. Program ini meliputi dua unsur utama, yaitu. Pertama, penyediaan jaminan penuh oleh pemerintah kepada seluruh nasabah deposan dan kreditur bank umum nasional. Kedua, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Nasional. Program penjaminan ini pada dasarnya adalah pemerintah menjamin seluruh dana masyarakat deposan dan kreditur bank yang berbadan hukum Indonesia dijamin pengembaliannya oleh pemerintah. Jaminan berlaku atas kewajiban baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Pengecualian terhadap jaminan tersebut berlaku sama untuk bank swasta maupun bank pemerintah. Jaminan tersebut berlaku pula untuk bank-bank yang sedang dalam proses restrukturisasi (merger, akuisisi, konsolidasi dan sebagainya).

M. PEMBENTUKAN BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL (BPPN)
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh gejolak moneter dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat khususnya terhadap sistem perbankan nasional, pemerintah telah memberikan jaminan terhadap kewajiban pembayaran bank umum kepada seluruh deposan dan kreditur sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998. Sebagai pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap kewajiban bank tersebut di atas, maka dalam rangka pengawasan, pembinaan dan upaya penyehatan bank, dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada tanggal 27 Januari 1998 dengan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 yang kemudian dikukuhkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Sebagai tindak lanjut dari pendirian BPPN, pihak BPPN dan Bank Indonesia sebagai pengawas bank telah bekerjasama menetapkan suatu kebijakan strategis yang komprehensif dalam penyehatan bank. Penjabaran kebijakan tersebut dilakukan sejalan dengan jaminan yang telah diberikan pemerintah atas keamanan dana para deposan dan kreditur bank.








Jumat, 08 November 2013

BENTUK STRUKTUR ORGANISASI KOPERASI (SOFTSKILL KOPERASI)


 
A. Struktur Organisasi Koperasi
Organisasi koperasi yang telah terbentuk memerlukan pelaksanaan manajemen koperasi diantaranya mengenai Bagan Struktur Organisasi yang relevan, perangkat dan fungsi organisasai koperasi.

Bagan Struktur Organisasi Koperasi menggambarkan sususnan, isi dan luas cakupan organisasi koperasi, serta menjelaskan posisi daripada fungsi beserta tugas maupun kewajiban setiap fungsi, hubungan kerja dan tanggung jawab yang jelas.

Landasan pembuatan struktur organisasi adalah :
1.     Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
2.     Anggaran Dana dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
3.     Keputusan Rapat.

http://indriokta.files.wordpress.com/2012/11/stuktur-organisasi-koperasi3.jpg

Keterangan :

Bagan Struktur Organisasi Koperasi ini tidak bersifat baku dan masih dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan/kecukupan/ciri khas organisasinya. Perangkat organisasinya pasti harus tercantum sebagaimana UU Nomor 25 Tahun 1992 pasal 21, adalah Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas, yang selanjutnya dapat dilengkapi adanaya pengelola (manager dan karyawan).

B. Rapat Anggota (RA)
Anggota memiliki kekuasaan tertinggi dalam koperasi, yang tercermin dalam forum Rapat
Anggota, sering kali secara teknis disebut RAT (Rapat Anggota Tahunan). Fungsi Rapat
Anggota adalah :
1.     Menetapkan Anggaran Dasar/ART.
2.     Menetapkan Kebijaksanaan Umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha
koperasi.
3.     Menyelenggarakan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, pengurus dan atau
pengawas.
4.     Menetapkan Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi
serta pengesahan Laporan Keuangan.
5.     Mengesahkan Laporan Pertanggung-jawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
6.     Menentukan pembagian Sisa Hasil Usaha.
7.     Menetapkan keputusan penggabungan, peleburan, dana pembubaran Koperasi.

C. Pengurus
Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota KOperasi, dan berperan mewakili anggota dalam
menjalankan kegiatan organisasi maupun usaha koperasi. Pengurus dapat menunjuk manajaer dan karyawan sebagai pengelola untuk menjalankan fungsi usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada, sebagaimana jelas tercantum dalam pasal 32 UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Pengurus memperoleh wewenang dan kekuasaan dari hasil keputusan RAT Pengurus
berkewajiban melaksanakan seluruh keputusan RAT guna memberikan manfaat kepada
anggota koperasi. Pengurus merumuskan berbagai kebijaksanaan yang harus dilakukan
pengelola (Tim Manajemen) dan menjalankan tugas-tugasnya sebagai berikut :
1.     Mengelola organisasi koperasi dan usahanya
2.     Membuat dan mengajukan Rancangan Program Kerja Serta Rancangan RAPBK
(Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi).
3.     Menyelenggarakan Rapat Anggota
4.     Mengajukan Laporan Keuangan dan Pertanggung jawaban Pelaksanaan Tugas.
5.     Menyelenggarakan pembukaan keuangan dan invetaris secara tertib.
6.     Memelihara daftar buku Anggota, buku Pengurus dan Pengawas.
7.     Memberikan Pelayanan kepada Anggota Koperasi dan Masyarakat.
8.     Mendelegasikan tugas kepada manajer
9.     Meningkatkan pengetahuan perangkat pelaksanaan dan anggota.
10.   Meningkatkan penyuluhan dan pendidikan kepada anggota
11.   Mencatat mulai sampai dengan berakhirnya masa kepengurusan pengawas dan
pengurus.
12.   Mencatat masuk dan keluarnya anggota.


D. Fungsi dan Peran Pengurus
Pengurus koperasi mempunyai fungsi, di antaranya adalah :
1.     Pengurus sebagai pusat pengambilan keputusan yang tertinggi
Fungsi pengurus sebagai pusat pengambilan keputusan tertinggi diwujudkan dalam
menentukan tujuan organisasi, merumuskan kebijakan organisasi, menentukan rencana sasaran serta program kerja organisasi koperasi, memilih dan mengawasi tindakan-tindakan manajer-manajer dan karyawan dalam mengelola usaha koperasi. Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi yang diharapkan dapat membawa perubahan dan pertumbuhan organisasi dan sekaligus menjadi sumber inisiatif dan inspirasi bagi pengembangan usaha koperasi. Pada menilai semua hasil kerja kegiatan-kegiatan pengelolaan koperasi secara operasional yang menjadi tanggung jawab manajer.

2.     Fungsi sebagai penasihat
Fungsi sebagai penasihat ini berlaku baik bagi para manajer maupun bagi para anggota. Bagi para manajer maminta nasihat kepada pengurus adalah penting sekali artinya, terutama dalam rangka penjabaran dan penerapan kebijaksanaan operasional dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dirumuskan oleh pengurus.
3.     Pengurus sebagai pengawas; bahwa pengurus merupakan orang yang mendapat kepercayaan dari anggota untuk melindungi semua kekayaan organisasi.
4.     Pengurus sebagai penjaga kelangsungan hidup organisasi; demi keberlangsngan usaha dan keberlanjutan organisasi koperasi, maka pengurus harus :
1) Mampu menyediakan adanya manajer yang cakap dalam organisasi;
2) Menyeleksi dan memilih eksekutif atau manajer secara efektif;
3) Memberikan pengarahan kepada para manajer agar koperasi berjalan secara efektif , professional, dan
4) Menetapkan orang-orang yang mampu mengarahkan kegiatan dari organisasi;
5) Mengikuti perkembangan pasar, dengan tepat mengarahkan berbagai jenis layanan barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan oleh koperasi sesuai dengan dinamika pasar dan tingkat kelayakan maupun profitabilitas usaha.

5. Pengurus sebagai symbol; langkah-langkah yang diambil pengurus terhadap anggota maupun karyawan bersifat persuasive yang menempatkan pengurus menjadi pemimpin yang memiliki kekuatan dan motivator bagi pencapaian tujuan; strategis perusahaan dan kebijaksanaan umum dari organisasi koperasi dirumuskan secara sistematis oleh pengurus; pengurus memperoleh dan menyajikan informasi koperasi secara cermat dalam menunjang kinerja usaha.
    
     Penilaian kesehatan koperasi merupakan ukuran penilaian kinerja koperasi merupakan ukuran penilaian kinerja koperasi yang memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran, keberhasilan pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan usaha koperasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengurus mempersiapkan dan membuat laporan kesehatan kopearsi secara tertulis yang dikoordinasikan dengan pengawas, serta dilaporkan pada Rapat
            Anggota. Aspek-aspek yang tercakup dalam laporan kesehatan kopearsi paling tidak berisi:
            1. Permodalan;
            2. Kulaitas aktiva produktif,
            3. Pengelolaan
            4. Efisiensi
            5. Likuiditas,
            6. Jati diri Koperasi,
            7. Pertumbuhan dan kemandirian, dan
            8. Kepagtuhan terhadap prinsip-prinsip usaha yang digunakan
Penilaian penilaian kesehatan koperasi dibuat denga pendekatan kualitatif maupun kuantitatif minimal 1(satu) tahun sekali melalui rapat pengurus. Hasil penialain kesehatan pengurus disampaikan kepada anggota secara terbuka melalui surat edaran atau papan pengumuman, paling lama 1(satu) bulan dari setiap periode masa bakti pengurus sebagai pertanggungjawaban pengurus kepada seluruh anggota. Hasil penilaian kesehatan koperasi yang diumumkan mencerminkan kondisi sebenarnya dan sesuai dengan situasi dilapangan. Jika tidak sesuai, anggota/pengawas dapat mengajukan keberatan dan meminta penjelasan dan klarifikasi kepada pengurus koperasi berhak untuk melakukan konfirmasi kepada pengawas/anggota.

Untuk mengefektifkan usaha dan berjalannya fungsi pengendalian manajemen koperasi, maka pengurus melakukan pemeriksaan rutin secara berkala minimal 3 (tiga) bulan sekali terhadap seluruh transaksi yang terjadi. Hasil kegiatan ini menjadi masukkan/bahan untuk perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan kinerja usah koperasi kepada pihak pengelola koperasi, serta pengendalian atas kemugkinan terjadinya penyimpangan dan kesalahan pembukuan. Hasil pemeriksaan pengurus dapat disampaikan dan menjadi bahan pertimbangan dan perhatian pula bagi pengawas koperasi.
Pengurus juga melaporkan kinerja pelaksanaan kebijakan, program kerja, dan realisasi rencan Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi (RAPBK) yang sudah disetujui oleh Rapat Angota untuk tahun buku berjalan (1 Januari – 31 Desember). Adapun kinerja kebijakan, program dan RAPBK meliputi :
1.     Organisasi dan kelembagaan (membandingkan rencana dengan realisasi)
2.     Pelayanan dan Usaha Koperasi (membandingkan rencan dengan realisasi)
3.     Neraca Pelayanan Koperasi kepada anggota dan non anggota (membandingkan rencan dengan realisasi)
4.     Kinerja keuangan (analisa perkembangan dan analisa laporan keuangan);
5.     Pembagian SHU;
6.     Keajaiban - keajaiban lain yang muncul yang tidak ada dalam rencana.

E. Pengawas
Pengawas sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi diangkat dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota Tahunan, sesuai pasal 38 UU No. 25 Tahun 1992. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU No.25 Tahun 1992, fungsi tugas dan wewenng pengawas antara lain :
1.     Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan Pengurus dan
Pengelola Koperasi.
2.     Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
3.     Meneliti catatan yang ada pada koperasi.
4.     Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
5.     Merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
6.     Memeriksa sewaktu-waktu tentang keuangan dengan membuat berita acara
pemeriksaannya.
7.     Memberikan saran dan pendapat serta usul kepada pengurus atau Rapat Anggota
mengenai hal yang menyangkut kehidupan koperasi.
8.     Memperolah biaya-biaya dalam rangka menjalankan tugas sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
9.     Mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaannya pada RAT.

Keterkaitan antara peran pengawas dan pengurus adalah dalam hal pelaporan adalah dalam hal pelaporan hasil audit. Pengawas melaporkan hasil audit dan rekomendasi pelaksanaan kebijakan dan Keputusan Rapat Anggota yang telah di laksanakan oleh pengurus koperasi baik auditor berkala maupun audit akhir tahun buku. Hasil audit yang dilaporkan dari pengawas adalah mengenai kesesuaian dan kebenaran data dan informasi yang dilaporkan dari pengawas adalah mengenai kesesuaian dan kebenaran data dan informasi yang dilaporkan Pengurus koperasi dengan bukti – bukti pendukungnya. Adapun beberapa hasil audit yang dilaporkan pengawas adalah :
1.     Pelaksanaan Anggaran Dasar di Koperasi;
2.     Pelaksanaan Kepeutusan RAT;
3.     Audit manajemen (pelaksanaan Standar Operasional Produser, deskripsi jabatan, dan disiplin kerja);
4.     Audit keuangan (ada tidaknya penyimpangan keuangan oleh Pengurus);
5.     Audit fisik (inventaris, dan kas)

F. Pengelola (Manager)
Manager dipilih dan diangkat oleh pengurus untuk melakukan fungsi pengelolaan operasional usah koperasi.
Kewajiban manager antara lain :
1.     Melaksanakan kebijakan operasional yang telah ditetapkan Pengurus.
2.     Memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan – kegiatan di unit – unit usaha.
3.     Membimbing dan mengarahkan tugas – tugas karyawan yang dibawahnya seefisien
mungkin menuju karyawan yang berkualitas.
4.     Mengusulkan kepada pengurus tentang pengangkatan dan atau pemberhentian
karyawan dalam lingkungan tugasnya.
5.     Menyusun Program Kerja dan RAPBK tahunan untuk disampaikan kepada pengurus sebelum dimulainya rencana dan anggaran yang baru, dan selanjutnya evaluasi
sekaligus perencanaan bagi pengurus untuk disampaikan dalam Rapat Anggota.
6.     Membuat laporan pertanggungjawaban kerja secara tertulis setiap akhir bulan dan tahun.
7.     Melaksanakan dokumen-dokumen usaha atau organisasi koperasi.
Fungsi utama Manager :
1.     Melaksanakan tugas segari – hari di bidang usaha.
2.     Bertanggungjawab atas administrasi kegiatan usaha dan organisasi koperasi.
3.     Mengembangkan dan mengelola usaha untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Perlunya Manager dalam Koperasi
Keberadaan manajer dalam koperasi diharapkan usaha koperasi akan dapat berkembang lebih maju. Manajer diperlukan bagi koperasi :
1.     Untuk mengelola usaha koperasi memerlukan keahlian sesuai dengan bidang usaha
koperasi, selain untuk menunjang fungsi pengurus yang umumnya dipilih oleh anggota
berdasarkan atas kepercayaan.
2.     Pengelolaan usaha koperasi memerlukan tindakan yang berkeseimbangan sepanjang
tindakan yangberkesinambungan sepanjang waktun sejalan dengan keberadaan
koperasi itu, sementara pengurus di[ilih untuk jangka waktu tertentu (ada batasan waktu
kepengurusan).
3.     Pengurus umumnya tidak dapat mencurahkan tenaga atau pikirannya secara penuh
dalam koperasi, karena biasanya pengurus memiliki tugas pokoknya, sehingga manajer
diperlukan untuk mengoperasionalisasikan usaha koperasi lebih efektif dan mencapai tujuannya.

G. Hubungan kerja antara Pengurus dan Manajer.
Antara pengurus dengan manajer harus memiliki kesatuan pendangan dan kesatuan gerak untuk mengenai usaha koperasi dan tercapainya tujuan koperasi.

Untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan usaha koperasi dilakukan tugas dan tanggung jawab sejelas-jelasnya, antara lain :
1.     Pertanggung jawaban teknis operasional oleh pengurus diserahkan kepada manajer, sekalipun pertanggungjawaban terakhir kepada anggota dilakukan pengurus.
2.     Pengurus hanya memutuskan hal-hal yang sifatnya kebijaksanaan, sedangkan manajer dalam bidang operasionalnya.
3.     Pengurus mempunyai wewenang penuh untuk melakukan pengawsan, pemantauan,
penerbitan, penelitian, dan pemeriksaan tentang apa yang dilakukan manajer.
4.     Pengurus tidak perlu mengerjakan hal-hal yang sifatnya operasional sehari – hari.

DAFTAR PUSTAKA :
Departemen Koperasi Pembinaan Pengusaha Kecil, R.I. 1993, Pelatihan Perkoperasian
Bagi Pengurus Koperasi / KUD, Jakarta.
Folke Dubell, 1985. Pembangunan Koperasi Suatu Metode Perintisan dan
Pengorganisasian Koperasi Pertanian di Negara Berkembang, terjemahan Slamet Riyadi Bisri,Jatinangor : Ikopin.
Hanel, Afred. 1994 Dual or Double Nature of Cooprative. Dalam International Handbook
of Cooprative Organizations. Vandenhoeck & Ruprecht. Gottingen.


CONTOH NAMA KOPERASI :
1. KOPERASI ANUGRAH MANDIRI.
   ALAMAT : GRAND BEKASI CENTER. JL. CUT MEUTIA KEL.MARGAHAYU, BEKASI         TIMUR
2. KOPERASI BEKASI JAYA
   ALAMAT : JL. IR. H JUANDA NO.35, BEKASI TIMUR